BERMAIN KATA BERMAIN MAIN
dari atas genteng kulihat hari demikian genting orang orang berteriak gantung kepada pengkhianat yang menggunting di dalam lipatan seperti gaung pekik di dalam gentong kosong
hari demikian panas mungkin kerbau kerbau akan pergi berkubang tapi aku duduk saja di atas bangku ingin membuat sajak berkabung mungkin tentang bunga bakung tapi kepalaku terasa kosong seperti kelapa yang terkena hama karena merasa petaka betapa menyiksa
cobalah hitung hutang kita seperti kuda yang duka bermain dadu seperti duda ditinggal lari bini dan mengoceh mungkin hantu mungkin tuhan hingga kaki terasa kaku karena kuku membiru ngilu mata meneteskan perih amat pedih hingga teringat mati
ah, kata jadi gado gado campur menggoda-goda lelaki sendiri di kota yang riuh dengan otak bebal berdiam seperti katak dalam kotak menerima kutuk sebagai puisi yang diketik disela kotek ayam dan kenangan yang membuat tak berkutik
karena noda diri merasa dina di deru suara adzan dan darah mendesir dalam nadi bergalau rasa sebagai adonan nada suara bercampur baur
susu yang tersisa dalam usus demikian masam terpuntah kembali
HITAM KATA KATA
Kata-kata
telah menumbuhkan ilusi dalam kepala.
Jam-jam gaduh.
Huruf demi huruf
adalah kematian yang hitam.
Malam menjemputmu.
Dengan jubah kelam. Merenggut
matahari dari langit.
Melemparkannya.
Hingga kata-kata
pecah. Berhamburan.
Dinding penuh bercak.
Darah dan otak. Isi benak
yang terpuntah. Kristal ilmu pengetahuan.
Takdir dan kehendak.
Jejalan peristiwa. Bayang-
bayang gelap.
Sulur-sulur riwayat.
MAKNA
Hidup
yang kau maknai
detik
demi
detik
Adalah rentang
keberartian
bagi kehidupan
KEMANA ENGKAU SUARA JIWA
Kemanakah engkau, wahai
Suara dari kedalaman jiwa
Tak terlacak dalam jejak
Waktu meliukkan gelombang
Arusnya dalam mimpi puisiku
MENYAPA LANGIT
Menderai tanya menderai derai
Menyapa rahasia langit
Dan waktu yang berkelonengan
Sepanjang lintasan usia
Menegadah penuh harap
Juga mimpi
Di tabir kehendakmu
TERKAPAR AKU
aku terkapar, gigil sendiri
dalam penat letih merajam,
terkapar aku, membeku
di deru waktu terus melaju
terpaku aku, termangu
mencecah gundah
di angin lalu
dari atas genteng kulihat hari demikian genting orang orang berteriak gantung kepada pengkhianat yang menggunting di dalam lipatan seperti gaung pekik di dalam gentong kosong
hari demikian panas mungkin kerbau kerbau akan pergi berkubang tapi aku duduk saja di atas bangku ingin membuat sajak berkabung mungkin tentang bunga bakung tapi kepalaku terasa kosong seperti kelapa yang terkena hama karena merasa petaka betapa menyiksa
cobalah hitung hutang kita seperti kuda yang duka bermain dadu seperti duda ditinggal lari bini dan mengoceh mungkin hantu mungkin tuhan hingga kaki terasa kaku karena kuku membiru ngilu mata meneteskan perih amat pedih hingga teringat mati
ah, kata jadi gado gado campur menggoda-goda lelaki sendiri di kota yang riuh dengan otak bebal berdiam seperti katak dalam kotak menerima kutuk sebagai puisi yang diketik disela kotek ayam dan kenangan yang membuat tak berkutik
karena noda diri merasa dina di deru suara adzan dan darah mendesir dalam nadi bergalau rasa sebagai adonan nada suara bercampur baur
susu yang tersisa dalam usus demikian masam terpuntah kembali
HITAM KATA KATA
Kata-kata
telah menumbuhkan ilusi dalam kepala.
Jam-jam gaduh.
Huruf demi huruf
adalah kematian yang hitam.
Malam menjemputmu.
Dengan jubah kelam. Merenggut
matahari dari langit.
Melemparkannya.
Hingga kata-kata
pecah. Berhamburan.
Dinding penuh bercak.
Darah dan otak. Isi benak
yang terpuntah. Kristal ilmu pengetahuan.
Takdir dan kehendak.
Jejalan peristiwa. Bayang-
bayang gelap.
Sulur-sulur riwayat.
MAKNA
Hidup
yang kau maknai
detik
demi
detik
Adalah rentang
keberartian
bagi kehidupan
KEMANA ENGKAU SUARA JIWA
Kemanakah engkau, wahai
Suara dari kedalaman jiwa
Tak terlacak dalam jejak
Waktu meliukkan gelombang
Arusnya dalam mimpi puisiku
MENYAPA LANGIT
Menderai tanya menderai derai
Menyapa rahasia langit
Dan waktu yang berkelonengan
Sepanjang lintasan usia
Menegadah penuh harap
Juga mimpi
Di tabir kehendakmu
TERKAPAR AKU
aku terkapar, gigil sendiri
dalam penat letih merajam,
terkapar aku, membeku
di deru waktu terus melaju
terpaku aku, termangu
mencecah gundah
di angin lalu
Comments
Post a Comment