Skip to main content

Posts

Showing posts from 2004
INILAH AIRMATA :aceh inilah airmata. airmata yang membuncah. menerjang ke dalam dadaku. hingga remuk redam. segala mimpi inilah airmata. airmata yang merahasia. menghempas dinding-dinding. reruntuhan gempa. jiwa-jiwa inilah airmata. inilah airmata. membanjir. di dalam jiwaku menderas. menguyup. di semesta jiwaku PELUKLAH JIWA peluklah jiwa-jiwa yang semburat memekik ke langit cinta-Mu di deras airmata yang Kau hempaskan demikian gemuruh peluklah jiwa-jiwa yang merindukan keadilan-Mu di deras airmata yang Kau curahkan demikian menderu peluklah jiwa-jiwa yang menyimpan pedih di deras airmata yang Kau titikkan demikian cinta DI SEPANJANG JALAN ITU di sepanjang jalan itu kau temukan bayang-bayang yang kerap menghantu ke dalam mimpimu di sepanjang jalan itu kau deraskan airmata menatap langit mencari pijar cahaya mata di sepanjang jalan itu kau tertatih menapaki rahasia cinta-Nya di sepanjang jalan itu kau tak henti memilih jejalur nasib hidup mati surga neraka di sepanjang jalan itu kau me
SAJAK YANG LESU :dodi seperti kau lihat sajak-sajak mulai lesu dan layu dedaunnya yang kering luruh jatuh terbang melayang tertiup angin seperti anganmu yang melayang-layang tak tentu tuju ada hikmah di balik segala tapi apa yang tampak dari sajak-sajak yang lesu dan layu seperti diriku?
Terjemah Airmata apa yang dapat kuterjemahkan dari airmata seperti kutemukan sepagi itu di pelupuk matamu genang segala kenang ] dan kasih sayang terpantul dari kegaiban gemercik hujan seharian tak kutemukan kata menterjemah airmata di pelupuk matamu
mitologi aku dan kesunyian hujan borges dan h.a di labirin impianmu pernahkah kau temukan aku? mungkin tak, karena... aku adalah mimpimu yang karam tak terekam dalam ingatan dinihari aku adalah jutaan tahun kesunyian yang merungkup wajah gundahmu setelah kau susun huruf demi huruf anganmu bacalah wajahku pada langit muram di penghujung tahun di deras kesedihan demikian putih dan senyap

Cahaya Hastasurya Pablo Neruda

8 matahari digenggamnya 8 matahari digenggamnya terbit puisi dalam jiwa merebak cahaya ke seluruh penjuru semesta benderang cinta cahaya cintaku cintaku Dongeng Neruda :h.a neruda mabuk bersama puteri duyung di pengap kafe puisi seteguk demi seteguk puisi bikin mabuk menjelmalah jadi penyair: melukis bayang asap menjadi telaga cahaya menatap letik bara di ujung rokok sebagai kerlip bintang menjadi puisi menjadi puisi seperti...........

Kenangan Persahabatan

DENYAR CAHAYA :atta hastasurya di rahim waktu detak jantungmu cahaya berdenyar sebagai cinta aku merindukanmu di rahim cinta berdenyar cahaya cahaya cinta SEBAGAI CUACA YANG TAK MENENTU DI KOTAMU : njibs sebagai cuaca yang tak menentu di kotamu berkelindan duka, bahagia, cinta, benci, setia dan pengkhianatan selaut puisi membuncah buncah mengombang-ambing perahu mimpi harapmu mungkin hingga karam ke dasar segala nyeri segala tak bertepi hingga.... SEBAGAI ENGKAU MENYEBUT USIA :randu usia. mungkin kau menyebutnya sebagai waktu. mungkin juga kenangan. yang berkarat. yang akan lenyap. dihisap segala kebosanan. usia. mungkin kau menyebutnya sebagai pohon riwayat. tergores peristiwa demi peristiwa. yang nyeri. usia. mungkin kau menghitungnya. dengan jemari. mencari arti. mencari arti. diri DEMIKIANLAH KESENYAPAN :samsul senyap merayap dalam puisi. di beranda kau eja dedaun yang menjuntai. letih. menggigil diri membaca tanda. menderas kenang dalam benak kepala. serupa kehangatan? mungkin sen

SERUPA KESUNYIAN YANG MENGENDAP DI WAJAHMU

: nzibs serupa kesunyian yang mengendap di wajahmu kerinduan menjadi demikian asing seasin puisi yang meleleh di sudut bibir hisaplah sepenuh dada yang meragu kemana kiranya mimpi disampirkan pada bayang atau deru hari menderu dalam kepala tapi tetap saja kesunyian yang melintas dan melintas di sela waktu menantang deru hingga bibir membiru dan waktu berhenti saat itu

Kemarahan Yang Tak Pernah Berhitung

kemarahan yang tak pernah berhitung tentang tangis darah airmata adalah sorot mata yang meletikkan bara api dan meledakkan amunisi kebencian ke segala arah adalah engkau yang menyimpan perih tak tahu hendak apa tak tahu hendak mengapa mata hati buta telinga hati tuli karena kemarahan maka tak pernah kau hitung tangis darah airmata manusia tak berdosa meledak bersama amunisi kebencian dan amarahmu!

Puisi Yang Mencari

: h.a masihkah puisi merindukanku? seperti kau kirim kabar lewat hembus angin memasuki mimpimimpi kesunyianku masihkah puisi mengangankanku? seperti kau tulis di sela-sela tenggat berita tiba masihkah puisi mencintaiku? seperti kau kecup kening huruf demi huruf demikian mesra masihkah puisi menungguku? seperti kau eja waktu demi waktu di perhentian itu masihkah puisi adalah puisi adalah puisi adalah puisi adalah puisi adalah puisi adalah puisi adalah puisi adalah puisi adalah puisi adalah puisi adalah aku? masihkah kau

Penjara Dunia

: muntasir dunia adalah penjara bagi kekasih yang merindu karena jarak perjumpaan terentang sepanjang usia duh, demikian rindu memenuhi isi dada tak engkau merindu pula tak engkau?

Di Sela Angin Kenangan

:ha & lorca di sela angin kenangan berkibaran buku waktu tersibak kabarkan keterasingan diri tak tereja nama sendiri tak tertafsir mimpi sendiri mungkin demikianlah saat puisi lebur dalam diri tak terperi

PUISI DAN AKU

Akhir-akhir ini aku sudah jarang menulis sajak. Entah mengapa? Mungkin aku sudah merasa jenuh menulis. Tapi sepertinya tidak juga. Aku masih sering merindukan untuk menulis sajak lagi. Tapi setiap saat aku mencoba menulis, ada saja semacam ketakutan bahwa aku akan menulis mengulang-ulang lagi apa yang pernah aku tulis sejak 18 tahun lampau. Pengulangan ide, pengulangan gaya, pengulangan kata, pengulangan ungkapan. Aku merasa seperti jalan di tempat. Tak kutemukan sesuatu yang baru saat aku ingin menulis. Mandeg. Stagnan. Pernah aku mencoba untuk menjelajah bentuk-bentuk pengucapan yang bermacam-macam. Tapi itu pun hanya sekedar eksperimen, yang tak bertahan lama. Tetap saja pada akhirnya aku kembali lagi pada sajak-sajak lirisku. Lalu, apakah selama ini sajak-sajakku sudah mencapai derajat 'puisi'? Mungkin sajak-sajakku tak pernah mencapai derajat puisi. Walaupun seringkali aku mencoba menuliskan kata 'puisi' dalam sajak-sajakku. Tapi sepertinya, sajak-sajakku belum ma

Aku Sapa

: h.a & lorca lorca,lorca digenta angin puisi berdenting, pada pualam mimpi ditatah paras, lekuk liku harap, di curam sunyi, di terjal ilusi, lesaplah lesap berjuta kata ke angkasa, dalam dada sendiri

AKANKAH ENGKAU DATANG

akankah engkau datang dari ketiadaan sebagai puisi mengada lewat jemari huruf demi huruf yang kususun di helai kehidupan tergambar imaji engkau yang kan datang dari ketiadaan mengada menjelma sebagai puisi di hidupku

KITA MASIH DI SINI

seperti saat lalu, kita masih di sini menghitung butir-butir hujan yang jatuh di sudut kamar, seperti saat lalu, kita masih di sini memandang sarang laba-laba di langit-langit kamar seperti saat lalu, kita masih terus berdekapan rasakan detak pada waktu di dalam dada mungkin kau menyebutnya sebagai bahagia

TAK ADA YANG MENARI

tak ada yang menari dalam pikiran malam saat hujan bergemerincing di kejauhan mungkin kaki telah lelah menandak mata mengantuk menyimpan mimpi di bola mata tak ada yang menari pada denting angin menyapa lonceng yang diam mungkin sunyi adalah kesejatian mula di senyap sendiri di puncak nyeri sendiri tak ada yang menari

Di Negeri Jauh Itu

:hadi di negeri jauh itu mungkin masih kau kenangkan juga mimpi-mimpi yang ditumbuhkan pada dinihari tentang kata yang tersesat di balik kaca serupa mimpiku yang mengabut di tempurung kepala hendak menulis kata-kata rindu yang tak tersampai ke alamatnya

INTERMEZO

burung kata-kata memekik meminta perhatian: o sayang ditimang kata ditimang puisi menyanyi-nyanyi sendiri senandungkan doa senandungkan doa hari yang lindap doa mengapung di langit-langit bola matahari retak di lelangit mimpi