Skip to main content

Posts

Showing posts from December 25, 2010

kau minta sajak kuberi kau rima. mari ke mari berlagu rindu mendayu dayu. mari ke mari kuberi rima beriramarama. mari rima mari

yang bimbang yang hilang yang terbilang yang sayang yang melayang layang yang tumbang yang. puh! memang berang. bermainmain kata bermainmain kalimat empat kali empat jika sempat jika cepat tepatlah tepat tetaplah tetap seperempat dari balas kembali. marilah menari mari mencari mari jemari mari kemari mari mencuri kenang yang terbang yang membayangbayang yang mengawang terawang. mari. mentari atau matahari atau matahati hatihatilah hatimu hatihati mengeja bulan atau rembulan atau wulan atau luna. aih, tarimu maya! racauku racau yang kacau kicauku kicau yang parau mengacau racau mengicau kacau. Kau? mantraku mantra ilalang yang bergoyanggoyang riang yang meriangriang makna kemana makna mana makna nama makna makan makna teman makna taman. mantra man tra man tra man mantra tra man tra mantraman! tra? tralala trilili trululu. piuh sepi menyanyi. ata gegap menggetar geletar menjelma halilintar di langit yang jauh di harap yang jauh rindu meronta cinta meronta hilang pandang hilang. yang sila

Marcopolo : fragmen sebuah film

marco, di padang rumput di padang gurun apa yang dicari? catatan catatan yang terus ketelusuri, dalam keringat dan debu. negerinegeri jauh. di negerinegeri yang riuh, mungkin hanya sunyi menyelinap, rindu yang tak terkata, sebagai luka yang selalu nganga. pada tapak yang mungkin retak, jejak petualang, sisakan nyeri rindu arah pulang. tapi jalan yang mana kan sampai? rindumu nyeri. tuan, inikah negeri dimana kan ditemukan keping luka kan terobati oleh cinta. rindu yang nyeri membawaku ke sini, menata peta di tebingcuram. khan yang agung, kau tahu kuping mengkhi disimpan siapa? negeri yang tak kau kenali menyimpan rencananya sendiri. marco, lelaki barbar dari venice, aku kublai khan cucu genghis khan penakluk dunia. Catatlah namaku, catatlah. dengan rindumu yang nyeri, negeri negeri yang kau kunjungi, catatlah. timur membawa cahaya ke barat yang gelap. aku, khan mengajarkanmu. deru dan debu, ringkik gemeretak tapak kaki kuda, silam yang riuh. kutaklukkan negeri negeri. kutaklukkan rind

Temulun

"temulun, temulun, khan menginginkanmu. apakah kau tahu jalan cinta, kemana rindu akan kembali?" ya, kutahu. hanya satu malam saja. malam yang demikian panjang, marco. aku tak mencintai khan, tapi harus mengobati nyeri napsu. aku, temulun, tetap perempuan. di dekapmu, dunia yang kau rengkuh. lelaki kau tahu artinya?

mengapa hanya aduh dan rasa sakit yang kau rasa

mengapa keluh yang melenguh? lihatlah matahari cerah secerah warna hidupmu. mengapa hanya aduh dan rasa sakit yang kau rasa. bersabar itu lebih baik, daripada terus kau mengutuk hidup. lihatlah hidupmu demikian berwarna, karena engkau manusia. mungkin kau simpan galau sebagai gelombang yang ayun ambing rasamu. hingga terlena. tertidur. dalam mimpi-mimpi. hingga. kemana engkau akan pergi? petakan langkah. gambari hari. setapak demi setapak. mungkin kau gambar duri. Mungkin kau gambar diri. benci dan rindu kau tahu rasanya. tak ada yang bisa mengajarkan makna .cinta, selain yang engkau rasakan. bukalah hatimu, rasakan luka. 

keasingan yang sangat

schizophrenia, bisikmu. bangsal yang asing. ampul bertebar di lantai. kata berpendar. cahaya berpendar. keasingan yang sangat. rahasia waktu. ruang mengembang mengempis. melapang menyempit. gelombang kata. menerjang. dirimu. pecah! 

ada yang menyusun rencana

ada yang menyusun rencana. mungkin engkau. membangun bata demi bata. impianmu. celoteh kanak di suatu pagi. senyum kekasih hati. encana yang kau petakan. secangkir kopi panas di pagi hari. gelak tawa kanak dan kekasih hati. peta yang gambar diam diam. 

CINTAMU DEMIKIAN MURNI

serupa bunga bunga mekar liar di hutan perawan. sebagai kanak yang selalu mencipta dunianya sendiri. demikian juga engkau. Demikian riang. sebening mata. tanpa dosa.. ini duniamu kanak. coretan di tembok. mainan berserak di lantai di sofa di meja. ah kanak, tak ada yang perlu dirisaukan

sajak yang letih mendongakkan kepalanya ke langit

sajak yang letih mendongakkan kepalanya ke langit. bulan sabit, langit hitam, bintang berkedip. seperti galau di dadanya demi cinta yang tak kau pahami, tapi kau rasa, dalam gelincir airmata ke dalam dada, mungkin kenang yang membuatmu gila. karena cinta demi cinta tersebab cinta huruf huruf menghunjamnya ah, penyair yang merindu adakah diriku penyair yang mencinta adalah diriku menatah syair di lintas waktu

Ada yang Menghitung Butir Hujan

ada yang mencoba menghitung butir butir hujan. satu demi satu. di sore yang lembab. adakah airmatamu? adakah rindu yang menggerutu. menunggu. puisi menjelma permainan kanak. masa lalu yang ingin kau rengkuh. kebahagiaan serupa bayang bayang. yang jauh. yang rapuh. secangkir kopi. sobekan kertas koran minggu. sajak yang tak sempat kubaca. kanakkanak membuat perahu. aku? menghitung butir hujan. menghitung waktu yang sia sia. menghitung usia yang memutih rambut. menghitung langkah menuju. menuju Tuju!

aku tak menemukan senja yang biasa

aku tak menemukan senja yang biasa. langit putih. gerimis tak henti. mendung tak habis. senja tak menyisakan cahaya. serupa tangis, gerimis tak habis. senja demikian tiris. mengelam di genang kenang. di cahaya yang segera menghilang. mengapa kesedihan yang membayang, menggelayut di mendung wajahmu, mencurah deras dari langit jiwamu. o, sayang. senja yang rawan, senja yang perawan. menyimpan rahasia, di balik temaram. 

langit hari ini langit kemarin juga

langit hari ini langit kemarin juga, berhias awan putih yang sebentar lagi menghitam. seperti kemarin hujan tak tak menyisakan cahaya menjelang malam. sudah malam, dan aku harus kembali ke sarang. seperti burung, mengistirah sayap, aku hendak istirah kembali ke hangat cintamu

menjelang 30 oktober

: selamat ulang tahun mas heru emka ada yang menghitung detik menitik ke nol menit ke nol jam di puncak malam dimana engkau penyair yang menanda tanda di waktu yang terus menderu ke arah senja ke arah senja adalah engkau penyair yang menanda puisi dan persahabatan dengan makna yang terpendam dalam masa remajaku yang bercahaya dalam kenang dalam bayang o menerang dalam ingatanku Tanjung Pinang, 29 Oktober-30 Oktober 2010

sempena melawat ke negeri tuan raja ali haji

(1) selalu saja ilalang mengabarkan, tak ada yang abadi. tak ada. pada ilalang yang tumbuh aku menyimak semak reruntuhan tembok istana. reruntuhan dari masalalu. sungguh, tak ada yang abadi. kejayaan? pun! (2)  kujejakkan kakiku di negerimu ali haji negeri pantun negeri gurindam karena ilmu termaktub dalam kata bermakna. kuucap salam dari anjung cahaya. (3) perahu melaju o ombak pecah menjadi riak riak (4) gerimis menjelma hujan. menderas. bersama angin. (5) sempena melawat ke negeri tuan dan puan, aku ingin berdendang syair seloka pantun gurindam talibun, di anjung cahaya di batu enam di pulau penyengat bintan yang berangin asin, berombak laut berombakombak. mengayun pongpong di alun hidupku. (6) secangkir kopi, setangkup roti, sebatang rokok, musik instrumentalia, aih aku harus pamit juga raja ali haji. mungkin aku akan kembali membaca syair pantun dan gurindam di negerimu ini. kembali membangun kejayaan negeri, memakna harkat martabat, marwah, minda bangsa sendiri. bangsa yang me

3 Sajak Untuk Dimas Arika Mihardja

AKU TULIS DI DINDINGMU buat:dimas arika mihardja aku tulis dindingmu dengan segala kenang yang berdentang o, berdentang juga mimpi-mimpi kanak yang menyerumu dengan parau: beri aku puisi, biar lelap tidur malamku! Malang, 2010 SATU ANGSA DUA ANGSA DI DANAU PUISI buat:dimas arika mihardja seekor angsa dua ekor angsa berenang-renang di danau puisimu sedanau puisi demikian bening demikian hening ditingkah kecipak riak dihembus lembut angin mari ke mari, bersama kita menatap senja ke mana kita kan kembali. Malang, 2010 MUNGKIN KAU INGAT buat: dimas arika mihardja mungkin kau ingat baris-baris puisi: yang kelak retak, namun kita menjadikannya abadi. ah, mungkin tak kuhapal baris baris yang sesungguhnya. seperti percakapan kita yang timbul tenggelam dalam kenangan. antara ingat dan lupa. Malang, 2010

Dua sajak untuk Iwan Soekri Munaf

Sesuatu Tentang Waktu dan Kita yang Mengukur Jarak Penempuhan : sutan iwan soekri munaf waktu berdetik saja seperti engkau yang berbisik perlahan berbisik pelan tentang rintik rintik hujan yang menitik setiap detik di waktu yang terus berdetik tak hendak tidur karena di titik sebuah kalimat tak menunjukkan akhir sebuah cerita karena di batas paragraf ada yang menyambung jeda dengan kata seperti waktu yang terus berdetik: di kepalaku di puncak itu waktu pun berhenti dan kita pun abadi. karena diam adalah puncak gemuruh. maka di perhentian waktu kita melesat tiada henti. seperti kau ajarkan tentang waktu. kecepatan. percepatan. relativitas. kenisbian. di dalam sel sel otakku. persepsi. resepsi. interupsi. desersi. menciptakan mimpi dalam kepalaku. di batas gelap dan terang adakah dirimu diriku. di batas sempit dan lapang hadirkah dirimu diriku. di batas hitam dan putih engkau akukah di situ. di segala batas. di segala perbatasan. engkau dan aku mengukur jarak ke arah diri sendiri. Malang

ada yang tak ingin segera terpejam

ada yang tak ingin segera terpejam: buku buku, kertas koran, puisi yang belum selesai dituliskan, juga aku mungkin puisi tak akan pernah selesai dituliskan, melunaskan rindu yang tak habis terasakan dengan jemarimu berapa sajak ingin kau tuliskan? sedang waktu tak ambil peduli kita membangun angan dengan bata kata kata yang terbata bata malam terus melarut ke dalam rasa sakit yang bersarang di dalam perut aku bicara padamu, dengar aku bicara padamu, bayang bayangku! jam berapa sekarang? Kau dengar tanyaku? jam berapa sekarang? bayang bayang tak menjawab, puisi belum habis terbaca.

berdoalah

berdoalah bersama debu debu bersama batu batu bersama angin. berdoalah, sayangku berdoalah! di bening hening di malam yang membuka kabar dari langit yang jauh, dari tanah yang gelisah berdoalah!

doa yang kurapalkan semoga sampai

doa yang kurapalkan semoga sampai. mengetuk pintuMu. mengetuk cintaMu. mengetuk kasih sayangMu. kami hambaMU aku mungkin bebal, tapi ampunanMu tak terhingga, tapi kasih sayangMu tak terhingga, tapi aku tetap hambaMu yang selalu memohon perlindungan biar kuterjemah bahasa debu, biar kuterjemah bahasa pasir, biar kuterjemah bahasa gelombang, biar kuterjemah isyarat yang kau sampaikan

KUMAMOTO

aku minum dari mesin-mesin. mereka pintar meminta uang. aku haus. aku butuh minum. air kran boleh diminum. tapi aku sedang kedinginan. aku ingin minum kopi. aku minta minum kepada mesin. mesin meminta uangku. aku beri mereka uang. aku diberi kopi panas. di dalam kaleng.

SELAT HONSHU-KYUSHU

Menyeberang jembatan ke utara. Memandang selat honshu-kyushu. Lautan pasifik yang biru. Utara. Selatan. Utara. Selatan. Kemakmuran merata. Pajak membangun jalan-jalan. Pajak menanam pohon-pohon. Pajak membentangkan jembatan. Negara melambaikan bendera dan undang-undang. Negara memasuki rekening tabungan para penunggak pajak. Negara tak mengurusi agama warganya. Negara menagih haknya. Warga memberikan uangnya. Warga menuntut haknya. Negara memberi kewajibannya. Dari selatan ke utara. Dari kyushu ke honshu. Aku merindu tanah airku.

KARATO YAMAGUCHI

Aku tak menemukan lalat di sini. Tempat ikan dijual. Otakotak ikan buntel. Sedikit bau amis. Pasar yang mulai sepi. Di sore hari. Burung camar memekik di kejauhan. Terbang di atas laut, selat honshu-kyushu.

AKIYOSHI CAVE

Memasuki lorong-lorongmu. Dingin menyergap. Dari jutaan tahun air mengukir batu-batu. Aku membaca sungai bawah tanah. Aku membaca udara entah darimana. Aku membaca dinding tanpa coretan tangan. Aku membaca tangga-tangga mendaki menurun. Waktu, mengendap di dasar. Lorong yang menyimpan jejakku, di negeri haiku.

BIARLAH MIMPI MIMPI MENJELMA

biarlah mimpi mimpi menjelma, seperti yang kau angankan, seperti yang kau inginkan, sebagai rindu yang menemu cinta demikian sempurna. biarlah segala terbaca dari sorot matamu lintasan waktu yang tak henti mencatat tak henti tercatat duka gelisahmu yang fana. aku tetap terjaga menjaga bahasa, walau hanya kata dan kalimat yang bergema dan kembali kepada diri sendiri. 

puisi yang riuh sendiri di dalam dada

sajak yang letih, bersandar pada waktu yang merapuh. tiktak jam yang keluh. lihatlah, bintang jatuh, dari langit yang jauh. kau simpan aduh. malam menyimpan redup cahayamu. puisi yang riuh sendiri di dalam dada. gemuruh yang tak pernah usai. tak tamat diucap. tak usai dicatat.