Skip to main content

Posts

Showing posts from March 1, 2011

Aku Tulis Syair Malam

:commaditya, erie kotak, dodo, adriany, dwihatmodjo aku tulis syair malam, di sunyi yang hening, dinihari yang bening, mengusap pelupuk langit, mencucur airmata. telah disiapkan peta, pada telapak, para pecinta menghapalnya dalam kepala, tak kan risau engkau, tak. mungkin kau ingin rapalkan sajak, pada hari yang mula, sebuah keberanian bernama cinta, yang tabah dan bersahaja. seorang lelaki menulis sajak, dinihari mencahaya, kabarkan maha cinta maha cahaya. Malang, 2011

Merunduklah Sebenar Merunduk

kita mengendap pada cuaca yang lindap, berbekal harap, bertemu tatap. merunduklah sebenarnya merunduk, sayang, karena kita memang hanya padi ditidurkan angin. apa yang ingin kita sombongkan, sayang, kita tak punya apa apa, selain cinta. kebahagiaan itu, sayang, detik demi aku mencintaimu, dengan rasa syukur tak terhingga. Malang, 2011

Cinta yang Menaklukkan Segala Aniaya!

:bagi Indonesia terluka dari dadamu pecinta, dari matamu pecinta, dari pekikmu pecinta, cahaya menerang, cinta yang cahaya! para pecinta berteriak memekikan cinta sepanjang waktu, langit menjadi saksi, bumi menjadi penyaksi, yang tak pernah sangsi wahai para pecinta, katakan cinta menaklukan segala aniaya, segala duka cita. jangan menyerah kepada para penjarah! para pecinta tak membedakan waktu. karena waktu demikian fana. para perindu selalu mencinta, demikian keras kepala wahai engkau yang merindu, menarilah, dengan segala nyeri, biar sunyimu kabarkan, cintamu demikian bersahaja menarilah, menari, di langit bulan separuh. angin memagut sepimu. menarilah, wahai pecinta karena engkaulah pecinta, dunia tetap merasa bahagia, langit pun bahagia Malang, 2011

Sunyi Sebenar Sunyi Meliputinya

sunyi sebenar sunyi meliputinya. sunyi yang ingin dinikmatinya sendiri. jangan kau ganggu. hingga pertapa menemu. masuk telinga ruci. tak ada kepastian baginya. hanya dirinya sendiri. bertarung dengan gelombang. pemikirannya sendiri. lautan api di kepalanya.

Ada

ada yang gundah, menatap hidup yang kian entah ada yang menggigil, hadapi hidup yang degil ada yang merasa bosan, tak ingin lagi mengirim pesan ada yang merasa sunyi, langit tak berbisik lagi ada yang berkelebat, semacam kata yang sesat ada yang meretak, di dalam cermin dia berteriak ada yang mencercah, di mata harap sesal terpecah

jangan menari zarathustra, jika kau tak tahan pedihnya

: sigit pramudito jangan menari zarathustra, jika kau tak ingin amuk pedihnya. jangan! jangan menari zarathustra, jika masih ingin menemu daratan harapan. jangan! hanya manusia yang kuat, mampu menarikannya. bukan manusia cengeng dan cepat putus asa. dengarlah sabda zarathustra: "kanon adalah tugu dan AKU cemburu ingin menghancurkan! hancurkan tugu! penari zarathustra akan segera merayakannya. segera! AKUlah penari. penari gelombang lautan. akulah laut. menarikan darah. karena AKU hendak kuasa! hendak kuasa! karena kalian telah menjadi thesa, aku akan menjadi antithesa." begitulah sabda sang penari: Zarathustra Malang, Surabaya, 2011

setiap senja aku ingin menulis puisi

setiap senja aku ingin menulis puisi, sebaris dua baris kepenatan yang tersisa, agar terurai agar memuai lebur dalam kata, sebuah senja. apa kabar? magrib menyisakan gema azan, di langit yang jauh, di tanah yang jauh, masihkah kau dengar, degup yang tersisa dari sebuah rindu surga yang jauh aku tulis sajak ini, karena waktu demikian fana, dan kata akan abadi seperti kita yang mengeja perjalanan, setapak demi setapak, luka demi luka, rindu demi rindu, cinta demi cinta, begitulah sajak akan kembali mungkin kau risau, labil dan galau, seperti ingin kau tancapkan pisau di dadamu, agar parau nyeri sampai ke titik pedihnya. tapi untuk apa? ah segala risau enyahlah, segala galau punahlah, segala racau leburlah, segala kacau menyatulah. hiduplah hidup dengan tegar! dengan iman! rindu yang mengental, cinta yang selalu terjaga. kasih sayangnya semata. Malang, 2010-2011

Kata-kata Menari Sendiri, Penyair Ternganga Saja. Biar!

Halo, sore yang membahasakan gerimis. Gerimis yang itu itu juga. Halo, siapa kamu? di jam jam yang sibuk. Menata usia. Menatap gerimis Gerimis yang kusapa malu malu. Gerimis yang sama baik di desa atau di kota. Kami sering mengundangnya datang ke dalam puisi Gerimis yang tib-tiba saja melebat. Mengguyur ke dalam baris -baris kata yang menjeratnya. Gerimis yang melebat. Hujankah namanya? Hujan? Siapa memberinya nama demikian. Kamus-kamus disusun dari kejadian dan pengucapan. Kesilapan dan kealpaan. Tapi mengapa hujan? Kami sering mempertanyakan sesuatu yang mungkin tidak perlu. Kami belajar bahasa dari tanya. Apakah tanya selalu terjawab? Tanya kami Hujan yang tak habis habis. Tanya kami pun tak habis habis. Menggelontor selokan. Membanjir di jalan-jalan. Kenapa banyak sampah? Apa yang cantik dari hujan? Gerimis? Senja? Tanya kembali bertanya. Mengapa penyair demikian senang menuliskannya? Mengapa luka? mengapa kenangan? kata teman kami bertanya. Apakah cinta bukan sebuah harapan...

Ada Orang Mati, Malna

orang orang menyimpan asap. di jalan raya indonesia. malna, dimana bahasa. dimana kuasa. dimana identitas. ada yang mati malna. ada. bahasa ada yang mati malna. orang-orang berbaju hitam. bahasa telah disalahpahami. juga cinta. seperti anjing menggonggong. malam itu. jam patah. ada orang mati, malna. ada orang mati. jam sudah berangkat. ada pringadi yang rindu kamu. menulis dari tubuh. modernitas yang mati, malna. Malang, 2011

Wahai Maha Cinta, Aku Bertanya

: Indonesia terluka Kami selalu berteriak: “mengapa kau menukar cinta dengan kebencian? mengapa kau sampaikan cinta dengan bahasa umpatan dan kebengisan?” hitam. hitam. hitam. hitam. hitam. hitam. kemana cahaya? senyum-MU yang cahaya. jika dunia adalah goda, jangan asingkan aku dengan riuhnya. karena aku merindu, cinta-Mu yang sesungguhnya mengapa tak hanya sunyi, Cintaku? seperti di dalam rahim ibuku, cinta Kau tiup menjadi diriku. aku melangkah di jalan cinta, berliku menujumu, terjal berbatu. aku menyeru-Mu! "Aku adalah Cinta. Aku adalah Cinta. Aku adalah Cinta. Muara segala ucap yang berbeda". o, aku adalah cinta yang menggigil di tengah pekik dan alir darah airmata duka manusia Malang, 2011

Pada Sajak Kutahu

ada yang menulis cemburu di baris baris sajak nya, hingga kutahu ada yang merindu serupa sembilu ada yang menulis cinta di baris-baris sajak nya, hingga kutahu ada bahagia di balik derita ada yang menulis luka di baris-baris sajak nya, hingga kutahu pedihnya mencinta Malang, 2011

Aku Tahu Engkau Demikian Pencemburu

aku tahu engkau demikian pencemburu, dan cinta itu, selalu saja untukmu. kutahu, karena engkau begitu pencemburu karena cintaku padamu adalah sebuah kutuk, maka aku tak pernah berhenti mengetuk, pintumu setetes airmata, setitik luka, jarak yang direntang. tiktak jam, menitik letak. dimana engkau sembunyi? tak kutahu menembus malam, menembus batas kabut yang menyelimut, cinta tak akan berhenti menyeru, dirimu di setiap waktu engkau tetap terjaga, menjaga cinta tetap menyala Malang, 2011

aku ingin menulis puisi yang paling bahagia, agar engkau tertawa, tak terus berduka

:kunthi hastorini walau duka dan bahagia, hanya airmata yang berkata kata tapi, tataplah bening mata kanak, kau akan temukan cinta dan bahagia di sana, sebagai puisi penuh metafora mungkin kau rasakan juga bahagia terkabar, telur dadar yang kumasak, harum kopi yang kau seduh, semerbak mengisi dadaku, cinta yang teramat sederhana, tapi istimewa lihatlah juga atta, arya, altaf, rama, satria bermain bola, demikian riang, di taman yang menyimpan dingin dan angin, kanakkanak yang bahagia cinta adalah kebeningan di mata kanakkanak kita, seperti doamu, seperti doaku, seperti doa kita doaku selalu, kita berbahagia dengan segala karunia, bersyukur dengan cinta yang kita punya lihatlah, telah terang dunia, cahaya pagi, cahaya matahari, seperti harap kita, berguna bagi sesama, berarti di alam semesta tersenyumlah, karena senyummu mekar bunga bunga, di jiwaku dengan cinta aku bekerja, dengan bekerja aku buktikan cinta, gerak dalam pikiran, gerak dalam hati, gerak dalam perbuatan selarut malam ini...

Di Penghujung Tahun

: bagi kalian yang berharap cemas di ujung tahun ada yang melagu, kabarkan rindu, kabarkan rindu padamu. di panggung yang merangkai waktu di matamu. ada yang menari, mungkin ingatan, melambailambai, semacam rindu, melulu rindu, dan waktu lalu membeku apa yang kau inginkan, apa yang kau inginkan, di tahun mendatang? katakan dengan lantang, katakan. mungkin ingin kau gapai bintang. apa yang dikabarkan terompet padaa kembang api yang sebentar menerang indah dan akan padam, tinggal asap, tinggal senyap sebentar lagi, sebentar lagi, waktu berdetik menuju titik yang kita sebut sebagai tahun, tahun baru angin tak juga berhenti menderas, di akkhir desember di awal januari, mungkin membuat cemas, dan gigil menatap harap di tahun yang menyimpan rahasia hari hari : rahasia diri Malang, 1 Januari 2011