Skip to main content

Posts

Showing posts from March, 2011

Silakan Pesan Buku Puisiku BIAR

Sebentar lagi buku kumpulan puisiku akan terbit. Diterbitkan oleh indiebook corner, buku berjudul BIAR ini sudah dapat dipesan mulai sekarang. Silakan isi kolom komentar. Atau kirim pesan di email: nanangsuryadi@yahoo.com twitter: @nanangsuryadi facebook: http://facebook.com/nanangsuryadi dengan menulis alamat kirim dan jumlah pemesanan. Harga perbuku: 30.000 + ongkos kirim. Silakan ditransfer melalui: BRI KCP Unibraw 0579-01-015778-50-2 Atas nama: Nanang Suryadi

ADA YANG INGIN MELUPAKAN MEI YANG GADUH

:lsamlkaskus tak ada lagi yang mau mengingat mei yang gaduh. karena kepedihan itu, huruf huruf yang ingin segera dilupakan. yang ada hanya tanya: mengapa? dan kita menjadi penjawab yang selalu gagap, gelegap meraba gelap, tanpa tahu jawab Malang, 2011

Surabaya Pagi Hari

surabaya. surabaya. sarapan pagi. secangkir kopi. tahu telur bumbu. nikmat sekali surabaya. surabaya. matahari pagi menerobos jendela. burung bernyanyi di sangkar bambu. menjerit. memekik, di pagi yang menyimpan sunyi pagi, hanya udara sunyi. hiruplah udara. sebelum sengat matahari! Surabaya, 2011

Memandang Foto Keluarga Rafael

:Nathaniel, Rafael Yanuar & Istri memandang foto itu. ikan-ikan berenang di bening air. kulihat juga harap yang menatap hidup. demikian indah. demikian ramah. mungkin hanya cinta yang dapat menterjemah. sebuah tatap. menghadap. langit harap. mata yang bening. doa yang mengiring. dengar kecipak ikan. di bening air. dengar nyanyi alam. dengar tangis manja nathan. ah, hidup yang sempurna. engkau dan kekasihmu sebagai doa doa yang selalu dirapalkan untuk orang-orang tercinta. doamu yang akan sampai mengetuk pintu cintaNya. Malang, 3 Maret 2011

hanya doa keikhlasan menghantarmu

:ags arya dipayana hanya doa keikhlasan menghantarmu, menemu cinta yang abadi, asalmula diri telah usai segala kerja, telah banyak kau beri arti, telah sampai di garis penghabisan, selamat jalan kami akan mengenangmu, kebaikan yang kau miliki, makna yang kau beri, cinta yang menjelma nyata, ladang amalmu selamat jalan mas ags arya dipayana, sampaikan juga salam ke kang asep sambodja di sana Malang, 2 Maret 2011

Wahai Engkau Yang Merindu

wahai engkau yang merindu, menarilah, dengan segala nyeri, biar sunyimu kabarkan, cintamu demikian bersahaja telusuri derai yang merinai, angin yang membelai, inginmu yang ramai merindu damai. dalam semerbak sajak apa yang kau tebak, selain sebuah kehendak. langit redup mengaca hidup kian gugup. berapa mawar yang kau pinta, duri menusuk jemari, cinta yang nyeri yang terbakar cemburu akan membakar cintamu akan meledakkan segala yang kau punya meledakkan mimpimimpimu hingga tak berbekas apa yang ditakutkan dari kepergian, mungkin takut akan kehilangan, sesuatu yang bukan milik kita, sesungguhnya telah dilarung duka yang murung, karena airmata meluruh ke dada rapuh berkumpullah airmata, di telaga kenang. dan kau apungkan perahu kertas di atasnya. agar sampai ke pedih ke rindu yang sempurna. Malang, 2011

JIKA SAJAK KENA PAJAK

beri aku jajak agar kutahu pajak udara yang kuhirup air yang kureguk tanah yang kupijak sejak sajak menjejak ajak jika sajak kena pajak, berapa harus kubayar untuk membuat sajak cinta? Malang, 2011

JIKA ENGKAU | Puisi Cinta

jika engkau adalah senja, akulah semburat cahayanya, begitulah cinta mengucap pada dunia jika engkau adalah airmata, akulah asinnya, demikianlah cinta, memberi tanda di dalamnya jika engkau langit yang mendung, akulah matahari yang menunggu, bersama gerimis melukis pelangi jika engkau adalah awan mendung, maka aku adalah hujan yang mencintaimu demikian abadi jika engkau adalah langit, maka aku adalah kelepak burung menghias keluasan tak terhingga Malang, 2011 

APAKABAR JAKARTA, BEMZQ? | Puisi tentang Kota

ah, jakarta, apa yang membuat kenangan penyair bangkit. deru kereta di stasiun gondangdia menghantarku ke depok margonda raya? kenangku melayang layang di langit jakarta. bersama deru bajaj sepanjang jalan cikini raya. ah, lampu merkuri masihkah merindu aku? tataplah lampu merkuri, di emperan tim dinihari, jejak jemariku yang mungkin kian samar, di gelas gelas kopi sebuah sajak, tak hendak terpejam. malam seharum ruap kopi, menyihir kata menggila puisi. Malang, 2011

Memburu Cahaya | Syair Malam

aku rangkai kata, menjadi syair malam, agar engkau tahu, dalam pekatnya mengukuhkan cahaya rembulan aku menyapamu, dengan cahaya bulan, di langit yang benderang, seterang jiwamu yang cinta laron yang mengepakkan sayap rapuhnya itu, adalah aku, memburu cahaya cintamu Malang, 2011

YANG SENDIRI, DAN SELALU MERINDU, MUNGKIN DIRIMU

apa yang sudah kau siapkan, februari merah jambu. sepotong coklat, sekuntum mawar, secarik puisi kau simpan, untuk siapa yang tak kau tahu adakah yang ingin bersembunyi. dalam vakum waktu. karena gigil tak berkesudahan. kabar dari negeri jauh. cinta yang merapuh sebagai demam, rindu menggigilkanmu. kenangan demi kenangan, melintas lintas saja. di tubir waktu ada yang bergegas. ada yang mencatat, demikian rapi, mungkin engkau, demikian sabar. walau rindu, tetap menunggu. di luar jendela, hujan. di dalam kamar, kesunyian. ada yang menyapa, hujan dan kesunyian. ada yang mengetuk waktu 14 Februari 2011

Menyapa Jakarta Senja

aku menyapa jakarta senja, bola matahari jingga terpantul di kaca kaca. apa kabar jakarta? sudah lama kita tak berjumpa. apa kabar jakarta senja? menyapa kedatanganku, inilah wajah ibukota, gedung menjulang, rumah kumuh berseberangan got hitam warnanya aku menyapa jakarta senja, masih seperti dulu, ingatan tahun tahun yang terpendam. jakarta yang kutinggal pergi, tapi aku tetap kembali aku menyapa jakarta senja, macet yang sama, kesibukan yang sama, orang orang ingin bergegas, tapi jakarta menahan kepulangan aku hisap udara jakarta senja, orang orang berteriak: nurdin turun, entah dimana nurdin, siapa nurdin, kamu tahu? aku tak asing dengan keringat jakarta senja, keringat dalam bis kota, kereta rakyat yang padat menumpuk, pengamen sepanjang perjalanan aku menyapamu jakarta senja, sesekali aku akan datang, menemu kenang. tapi kini aku harus segera pulang. selamat tinggal! Jakarta 24 Februari 2011

Surabaya Hujan Hingga Larut Malam

surabaya. hujan yang turun perlahan. hujan yang kesepian. di malam minggu. mungkin sepertimu. tersedu sedu surabaya. hujan yang tak juga berhenti. gemericiknya demikian ghaib. mencucur dari langit hitam. langit malam. surabaya. surabaya. aku hirup udara malam hujan. malam yang menyimpan mimpi mimpimu. pada nyala lampu membelit pepohonan. surabaya. surabaya. malam yang lembab. basah. rimis tak habis. rimis yang miris. demikian tiris. demikian ritmis. Surabaya, 29 Januari 2011

Aku Menunggumu Membakar Malam

: sigit pradito, bambang purnomo, arifunnatik, yayan triyansyah, asmara sastra, irwan bajang, dhanzo aku menunggumu membakar malam dengan galau yang mengacau lintas waktu hingga sirna segala parau dan derau di hidupmu yang sengau aku menunggumu membakar malam dengan sajak penuh cemburu atau cinta yang bertalu hingga sampai keluh pada aduh yang paling gaduh aku menunggumu membakar malam dimana engkau memberi tanda baca pada kalimat kalimat tak beralamat memberi jejak pada kehendak atau takdir aku menunggumu membakar malam di tungku waktu tentukan di garis mana akan berpacu takdir atau kehendakmu segala yang bermula akan berakhir aku menunggumu membakar malam dengan segala mimpi bayang-bayang membayang cahaya bulan meretakkan kenang imajinasi membusur memburu. buru! Malang, Februari 2011

Surabaya, Di Atas Loteng Tiang Tanpa Bendera

aku mengeja tembok tembok yang kukuh angkuh. lampu lampu menyeringai dari sebuah kota. yang menyimpan deru dari masa lalu. merasuki diriku. surabaya. surabaya. malam menelusur ke dalam kepalaku. merasuk ke dalam jiwaku. sejarah yang melepuh. di tiang bendera yang kosong. 1910 ditanda, bulan juni tepatnya. meneer mulai membuka hotel di soerabia. meneer, aku menziarahimu di malam jumat ini. aku rasa engkau ada di atas balkon itu. tersenyum. oranye kesukaanmukah? cintamu, mungkin. Surabaya 17 Februari 2011

aku mengetuk-ngetuk kepalaku sendiri: tuk.tuk.tuk. ada orang di situ?

"ah terkutuklah segala yang mengacaukan hidupku. terkutuklah segala yang tak memberi makna bagi hidupku!" orang yang bosan menunjuk taktentu aku mengetuk-ngetuk kepalaku sendiri: tuk.tuk.tuk. ada orang di situ? kepalaku pusing, menjawab: ya, ada kamu di situ. mengutuk melulu. "tataplah matahari. kau kan tahu silaunya. kau kan tahu panasnya." diriku berteriak kepada diriku yang menatap monitor tak henti-henti. lihat! huruf-huruf berlesatan. bergegas tanpa henti. mengusir nyeri dalam dada. o dada yang kosong. dada yang tak henti memuntahkan kekosongan. jam jam memabukkan. di lintasan waktu, aku merasa bosan. menatap huruf yang kian asing. kian mengubur diriku dalam pengap sepi. o, sepi! Malang, Februari 2011

CINTA YANG TAK PERNAH PUTUS ASA

bibir yang bergumam, adalah engkau, menggumamkan kata yang entah, cinta yang entah, rindu yang entah, kepada siapa tapi para penyair adalah pecinta yang mencinta kita tanpa putus asa, kabarkan cinta lewat kata di jemarinya seperti para petani adalah pecinta yang tak pernah putus asa mencinta kita, lewat jemarinya menanam, memupuk, merawat cinta Malang, 2011

puisi selalu cemburu pada hidup yang nyaman

: sigit pramudito, ziplesshyde, yayan, bajang, bemzq angin berhembus di sela sela jendela. engkau merangkai gerimis yang jatuh. dari mata itu, kenang mulai menggenang. ada yang mengerjap, mungkin harap. ada yang mengusap airmata, dari mata yang sembab. mungkin ada yang tak mau pergi dari dalam kepalamu. meriuh. menggaduh. seperti waktu. mengetukmu penuh rindu. bara terus menyala, di dalam kepala, lelaki yang terapung, terhempas gelombang, tak mati juga ada yang ingin berdiam, dalam tenteram. tapi puisi kukira, selalu cemburu pada hidup yang nyaman Malang, 2011

MENERA WARNA DARAH

yang meremah, adakah mawar merah, yang merekah saat kau marah? dan durinya menusuk jemari! yang merona adalah warna, jemarimu menera nama, sepenuh cinta, mewarna dunia dengan merah. darah Malang, 2011 

Dentang Kenang, Tatap yang Ratap

melati yang kau nanti, telah mekar bersama mawar, menanti terus menanti sentuhmu, demikian debar mungkin kau temukan tatap sebagai ratap, kenang sebagai dentang, cinta sebagai pinta, di mata yang maha segala yang haru mungkin membiru, memburu rindumu yang mengharu biru, di hari yang haru yang menyesap airmata demikian lesap, adalah engkau yang merindukan kenangan demikian lindap Malang, 2011

UNTUK PARA PENGGALAU DI LINTASAN WAKTU

mungkin engkau demikian galau, demikian racau, karena rindu mendesau derau hatimu, hingga kacau balau mungkin engkau demikian galau, dengan segala racau, karena hatimu terasa kacau balau di saat angin rindu mendesau derau mungkin engkau merindu, dengan segenap ragu, apakah yang kau rindu juga merindu dirimu serupa galau yang kacau, hanya derau, dalam puisi yang parau. bukan sekadar gurau ternyata, cinta.... Malang, 2011

SERUPA DAUN DI DAHAN YANG LETIH

engkau serupa daun, di dahan yang letih, menunggu kabar, kapan angin mencium, memagutmu demikian mesra. hingga abadi sebagai demam, rindu menggigilkanmu. kenangan demi kenangan, melintas lintas saja. di tubir waktu ada yang bergegas. Malang, 2011

AKU MENYAPAMU DI LINTASAN WAKTU

: hasan aspahani, erie kotak, yayan triyansyah, sigit prmaudito, bemz_q, Zipless aku menyapamu, di lintasan waktu, melintas di jalan sunyi, dirimu sendiri di linimasa di lintasan waktu ada yang mengenang, segala kenang, segala yang muncul hilang. di larut malam, adakah yang ikut melarut, mungkin kata yang melaut di keluasan sunyi, di keluasan semesta diri di malam malam begini, hujan menjelma puisi, yang tak henti mengajakku bernyanyi, serupa sunyi menyanyi: ada yang melagu, mungkin rindu, mungkin cemburu, gemanya dibawa angin lalu Malang, 2011

Ada yang merintih, Mungkin Hujan

:aan mansyur ada yang merintih, mungkin hujan, di malam yang ingin puisi, di malam yang ingin semerbak mimpi doa doa telah menghujan, bagi cinta yang ingin bertahan, di rumah rumah yang ramah, di rumah kita istirah dari lelah mungkin engkau bertanya tentang niat hujan rencana hujan kehendak hujan. yang mengetuk ngetuk atap. perlahan saja. perlahan saja.... malam menyelinap pada sajak yang senyap. menghujan kata menghujan rahasia. sehitam malam serahasia kelam. Malang, 2011

Engkau adalah Kesabaran Tak Terbantah

engkau adalah kesabaran tak terbantah, mengajarkan aku untuk tabah akulah debar yang selalu menunggu kabar, cintamu. engkau demikian samar, aku merindu, gemetar di saat aku terjaga, aku bahagia, kau masih menjagaku dengan mata cinta akulah batu, yang kau dorong gulirkan berulang kali, karena kau tahu aku mencintaimu engkau adalah sunyi, selalu menghiburku dengan airmata rindu adalah airmata yang kau peram, dan kau setia untuk menunggu seperti kudengar: “mengalirlah mengalir ke muara, hingga sampai padaku, lautmu yang sabar menunggu” Malang, 2011

ADA YANG

ada yang berguguran dari langit, mungkin namamu, mungkin bukan namamu ada yang katakan rindu padamu, tapi hanya di bibir yang menipu ada yang merasa sunyi, langit tak berbisik lagi. hanya ada kelebat, semacam kata yang tersesat. engkau, rindu yang nyeri ada yang gundah, menatap hidup yang kian entah. ada yang menggigil, hadapi hidup yang degil. embunkan dengan cintamu! ada yang mencercah, di mata harap sesal terpecah ada yang meretak, di dalam cermin dia berteriak Malang, 2011

KUPU-KUPU DAN BUNGA

sabarlah, kata embun kepada kupu. sebentar kan mekar bunga yang kuncup. bersabarlah, jika kau benar mencinta. kupu berkata kepada bunga: “aku ingin menulis puisi tentang kita, agar kuncup hatimu menjadi mekar yang terkabar” Malang, 2011  

KEPADA PENYAIR, PEJALAN MALAM

engkau yang menembus hujan, engkau yang menembus malam, engkau yang menembus ketidakpastian, dengan keberanian ada yang gaduh, di dalam kepala bertabuh. ada yang mengaduh, menyimpan keluh kemana cinta kan berlabuh mungkin puisi bisa menghiburmu, dari rasa sia sia dan putus asa, juga niat bunuh diri o, engkau yang meresah galau, menelusur hari hari hari gaduh yang membuatmu mengaduh, berapa cinta kau pinta? mata siapa yang mengintip ke dalam palung jiwamu, yang penuh gelegak api, neraka yang menghanguskan beri aku kata penuh metafora, sebagai puisi yang menyemburkan api dari kedalaman jiwamu, manusia sepi sebaris luka, di bait yang sama, hanya doa penuh cinta yang sanggup menyembuhkannya aku mencinta dengan keras kepala, karena puisi mengajarkan ketabahan, dari derita dan luka siapa yang meramalkan jari jemari, memeta garis tangan, penyair yang sepi, menyalakan api di dinihari begini bulan meretak, cahayanya telah dipungut bayang bayang, sunyi kian mengelam, di mata membayang Ma

DI SAAT SENJA AKU DIMABUK KATA

di sebatas senja, selalu puisi datang tiba-tiba. malam mencium cahaya, memeluknya demikian mesra. remang yang menggetarkan di desah napas di hembus napas kau rasakan hangatnya? sebagai deru yang memburu, ciuman yang memabukkan apa kabar malam, seru matahari yang direnggut kelam. mereka saling merindukan, di secarik senja di remang cahaya, segala bisa menggila, juga kata. aku dimabuk kata. kata menari-nari di dalam kepala. menggila. gila setiap senja, aku menandai langit, dengan tatap kehilangan. serupa kenangan, kukira aku menyapa senja, dan senja menyapaku dengan redup cahaya tataplah hujan di saat senja, mungkin kau akan temukan pelangi di langit, mungkin juga wajah yang kau rindu, tersenyum padamu tataplah remang cahaya di saat senja, disana berkumpul rasa kehilangan dan perjumpaan. cahaya dipagut gelap. sunyimu kian membekap. hujan di luar, gemiricik yang gaib. serupa ingatan yang tak habis. tentang aku yang kuyup di bawah senja. mungkinkah butir hujan yang menguyup rambutku, a

Aku Tulis Syair Malam

:commaditya, erie kotak, dodo, adriany, dwihatmodjo aku tulis syair malam, di sunyi yang hening, dinihari yang bening, mengusap pelupuk langit, mencucur airmata. telah disiapkan peta, pada telapak, para pecinta menghapalnya dalam kepala, tak kan risau engkau, tak. mungkin kau ingin rapalkan sajak, pada hari yang mula, sebuah keberanian bernama cinta, yang tabah dan bersahaja. seorang lelaki menulis sajak, dinihari mencahaya, kabarkan maha cinta maha cahaya. Malang, 2011

Tangis

:anjie adalah rasa bahagia yang menyapa tiba tiba mungkin semacam cinta adalah saat segala kesah ingin ditumpah mengalir ke muara segala mula

Merunduklah Sebenar Merunduk

kita mengendap pada cuaca yang lindap, berbekal harap, bertemu tatap. merunduklah sebenarnya merunduk, sayang, karena kita memang hanya padi ditidurkan angin. apa yang ingin kita sombongkan, sayang, kita tak punya apa apa, selain cinta. kebahagiaan itu, sayang, detik demi aku mencintaimu, dengan rasa syukur tak terhingga. Malang, 2011

Cinta yang Menaklukkan Segala Aniaya!

:bagi Indonesia terluka dari dadamu pecinta, dari matamu pecinta, dari pekikmu pecinta, cahaya menerang, cinta yang cahaya! para pecinta berteriak memekikan cinta sepanjang waktu, langit menjadi saksi, bumi menjadi penyaksi, yang tak pernah sangsi wahai para pecinta, katakan cinta menaklukan segala aniaya, segala duka cita. jangan menyerah kepada para penjarah! para pecinta tak membedakan waktu. karena waktu demikian fana. para perindu selalu mencinta, demikian keras kepala wahai engkau yang merindu, menarilah, dengan segala nyeri, biar sunyimu kabarkan, cintamu demikian bersahaja menarilah, menari, di langit bulan separuh. angin memagut sepimu. menarilah, wahai pecinta karena engkaulah pecinta, dunia tetap merasa bahagia, langit pun bahagia Malang, 2011

Sunyi Sebenar Sunyi Meliputinya

sunyi sebenar sunyi meliputinya. sunyi yang ingin dinikmatinya sendiri. jangan kau ganggu. hingga pertapa menemu. masuk telinga ruci. tak ada kepastian baginya. hanya dirinya sendiri. bertarung dengan gelombang. pemikirannya sendiri. lautan api di kepalanya.

Ada

ada yang gundah, menatap hidup yang kian entah ada yang menggigil, hadapi hidup yang degil ada yang merasa bosan, tak ingin lagi mengirim pesan ada yang merasa sunyi, langit tak berbisik lagi ada yang berkelebat, semacam kata yang sesat ada yang meretak, di dalam cermin dia berteriak ada yang mencercah, di mata harap sesal terpecah

jangan menari zarathustra, jika kau tak tahan pedihnya

: sigit pramudito jangan menari zarathustra, jika kau tak ingin amuk pedihnya. jangan! jangan menari zarathustra, jika masih ingin menemu daratan harapan. jangan! hanya manusia yang kuat, mampu menarikannya. bukan manusia cengeng dan cepat putus asa. dengarlah sabda zarathustra: "kanon adalah tugu dan AKU cemburu ingin menghancurkan! hancurkan tugu! penari zarathustra akan segera merayakannya. segera! AKUlah penari. penari gelombang lautan. akulah laut. menarikan darah. karena AKU hendak kuasa! hendak kuasa! karena kalian telah menjadi thesa, aku akan menjadi antithesa." begitulah sabda sang penari: Zarathustra Malang, Surabaya, 2011

setiap senja aku ingin menulis puisi

setiap senja aku ingin menulis puisi, sebaris dua baris kepenatan yang tersisa, agar terurai agar memuai lebur dalam kata, sebuah senja. apa kabar? magrib menyisakan gema azan, di langit yang jauh, di tanah yang jauh, masihkah kau dengar, degup yang tersisa dari sebuah rindu surga yang jauh aku tulis sajak ini, karena waktu demikian fana, dan kata akan abadi seperti kita yang mengeja perjalanan, setapak demi setapak, luka demi luka, rindu demi rindu, cinta demi cinta, begitulah sajak akan kembali mungkin kau risau, labil dan galau, seperti ingin kau tancapkan pisau di dadamu, agar parau nyeri sampai ke titik pedihnya. tapi untuk apa? ah segala risau enyahlah, segala galau punahlah, segala racau leburlah, segala kacau menyatulah. hiduplah hidup dengan tegar! dengan iman! rindu yang mengental, cinta yang selalu terjaga. kasih sayangnya semata. Malang, 2010-2011

Kata-kata Menari Sendiri, Penyair Ternganga Saja. Biar!

Halo, sore yang membahasakan gerimis. Gerimis yang itu itu juga. Halo, siapa kamu? di jam jam yang sibuk. Menata usia. Menatap gerimis Gerimis yang kusapa malu malu. Gerimis yang sama baik di desa atau di kota. Kami sering mengundangnya datang ke dalam puisi Gerimis yang tib-tiba saja melebat. Mengguyur ke dalam baris -baris kata yang menjeratnya. Gerimis yang melebat. Hujankah namanya? Hujan? Siapa memberinya nama demikian. Kamus-kamus disusun dari kejadian dan pengucapan. Kesilapan dan kealpaan. Tapi mengapa hujan? Kami sering mempertanyakan sesuatu yang mungkin tidak perlu. Kami belajar bahasa dari tanya. Apakah tanya selalu terjawab? Tanya kami Hujan yang tak habis habis. Tanya kami pun tak habis habis. Menggelontor selokan. Membanjir di jalan-jalan. Kenapa banyak sampah? Apa yang cantik dari hujan? Gerimis? Senja? Tanya kembali bertanya. Mengapa penyair demikian senang menuliskannya? Mengapa luka? mengapa kenangan? kata teman kami bertanya. Apakah cinta bukan sebuah harapan

Ada Orang Mati, Malna

orang orang menyimpan asap. di jalan raya indonesia. malna, dimana bahasa. dimana kuasa. dimana identitas. ada yang mati malna. ada. bahasa ada yang mati malna. orang-orang berbaju hitam. bahasa telah disalahpahami. juga cinta. seperti anjing menggonggong. malam itu. jam patah. ada orang mati, malna. ada orang mati. jam sudah berangkat. ada pringadi yang rindu kamu. menulis dari tubuh. modernitas yang mati, malna. Malang, 2011

Wahai Maha Cinta, Aku Bertanya

: Indonesia terluka Kami selalu berteriak: “mengapa kau menukar cinta dengan kebencian? mengapa kau sampaikan cinta dengan bahasa umpatan dan kebengisan?” hitam. hitam. hitam. hitam. hitam. hitam. kemana cahaya? senyum-MU yang cahaya. jika dunia adalah goda, jangan asingkan aku dengan riuhnya. karena aku merindu, cinta-Mu yang sesungguhnya mengapa tak hanya sunyi, Cintaku? seperti di dalam rahim ibuku, cinta Kau tiup menjadi diriku. aku melangkah di jalan cinta, berliku menujumu, terjal berbatu. aku menyeru-Mu! "Aku adalah Cinta. Aku adalah Cinta. Aku adalah Cinta. Muara segala ucap yang berbeda". o, aku adalah cinta yang menggigil di tengah pekik dan alir darah airmata duka manusia Malang, 2011

Pada Sajak Kutahu

ada yang menulis cemburu di baris baris sajak nya, hingga kutahu ada yang merindu serupa sembilu ada yang menulis cinta di baris-baris sajak nya, hingga kutahu ada bahagia di balik derita ada yang menulis luka di baris-baris sajak nya, hingga kutahu pedihnya mencinta Malang, 2011

Aku Tahu Engkau Demikian Pencemburu

aku tahu engkau demikian pencemburu, dan cinta itu, selalu saja untukmu. kutahu, karena engkau begitu pencemburu karena cintaku padamu adalah sebuah kutuk, maka aku tak pernah berhenti mengetuk, pintumu setetes airmata, setitik luka, jarak yang direntang. tiktak jam, menitik letak. dimana engkau sembunyi? tak kutahu menembus malam, menembus batas kabut yang menyelimut, cinta tak akan berhenti menyeru, dirimu di setiap waktu engkau tetap terjaga, menjaga cinta tetap menyala Malang, 2011

aku ingin menulis puisi yang paling bahagia, agar engkau tertawa, tak terus berduka

:kunthi hastorini walau duka dan bahagia, hanya airmata yang berkata kata tapi, tataplah bening mata kanak, kau akan temukan cinta dan bahagia di sana, sebagai puisi penuh metafora mungkin kau rasakan juga bahagia terkabar, telur dadar yang kumasak, harum kopi yang kau seduh, semerbak mengisi dadaku, cinta yang teramat sederhana, tapi istimewa lihatlah juga atta, arya, altaf, rama, satria bermain bola, demikian riang, di taman yang menyimpan dingin dan angin, kanakkanak yang bahagia cinta adalah kebeningan di mata kanakkanak kita, seperti doamu, seperti doaku, seperti doa kita doaku selalu, kita berbahagia dengan segala karunia, bersyukur dengan cinta yang kita punya lihatlah, telah terang dunia, cahaya pagi, cahaya matahari, seperti harap kita, berguna bagi sesama, berarti di alam semesta tersenyumlah, karena senyummu mekar bunga bunga, di jiwaku dengan cinta aku bekerja, dengan bekerja aku buktikan cinta, gerak dalam pikiran, gerak dalam hati, gerak dalam perbuatan selarut malam ini

Di Penghujung Tahun

: bagi kalian yang berharap cemas di ujung tahun ada yang melagu, kabarkan rindu, kabarkan rindu padamu. di panggung yang merangkai waktu di matamu. ada yang menari, mungkin ingatan, melambailambai, semacam rindu, melulu rindu, dan waktu lalu membeku apa yang kau inginkan, apa yang kau inginkan, di tahun mendatang? katakan dengan lantang, katakan. mungkin ingin kau gapai bintang. apa yang dikabarkan terompet padaa kembang api yang sebentar menerang indah dan akan padam, tinggal asap, tinggal senyap sebentar lagi, sebentar lagi, waktu berdetik menuju titik yang kita sebut sebagai tahun, tahun baru angin tak juga berhenti menderas, di akkhir desember di awal januari, mungkin membuat cemas, dan gigil menatap harap di tahun yang menyimpan rahasia hari hari : rahasia diri Malang, 1 Januari 2011